********************************************************
------------------------------------------------------------------------

19 Mei 2017

Karakteristik Ice Slurry (Heat transfer dan Pressure Drop)

Riset tentang ice slurry banyak ditujukan tentang aliran ice slurry untuk mengetahui karakteristik thermofluida. Contohnya adalah Gupla dan Frazer (1990) yang menjelaskan ice slurry menggunakan 6% ethylene glycol dengan fraksi es pada ice slurry 0%-20% dan debit antara 1,18 m3/hour dan 2,16 m3/hour serta ukuran ice slurry 0,125 mm dan 0,625 mm pada heat exchanger menghasilkan kesimpulan bahwa kenaikan total koefisien perpindahan kalor sebanding dengan debit dan berbanding terbalik dengan kenaikan fraksi es, tekanan jatuh konstan sampai ice fraction 20% dan naik cepat pada kenaikan fraksi es lebih dari 20%. Sedangkan Kauffeld (1999) melakukan riset dengan membandingkan campuran etanol dan campuran potassium carbonate sebagai bahan ice slurry. Untuk larutan etanol menghasilkan partikel es yang kecil mempunyai koefisien perpindahan kalor yang meningkat seiring dengan bertambahnya fraksi es. Sedangkan dengan campuran potassium carbonate menghasilkan partikel es yang besar dan mempunyai koefisien perpindahan kalor yang menurun dengan bertambahnya fraksi es.

Knodel (2000) menyimpulkan bahwa koefisien perpindahan kalor menurun dengan bertambahnya fraksi es, hasil yang serupa dengan penelitian Gupla dan Frazer (1990). Knodel menjelaskan bahwa pengurangan ini terjadi karena perpindahan aliran fluida dari turbulen ke laminar karena faktor fraksi es yang meningkat.  Hasil berbeda dilakukan oleh Bellas J, Chaer dan Tassou S.A (2002) yaitu dengan mengukur ice slurry dari campuran 5% propylene glycol pada plate heat exchanger dengan fraksi es antara 0 sampai 25% dan debit antara 1-3,7 m3/hour. Bellas menyimpulkan bahwa kenaikan fraksi es antara 0-20% membuat tekanan jatuh naik sekitar 15% lebih dari jarak debit. Sedangkan total koefisien perpindahan kalor naik secara signifikan dengan bertambahnya debit. Variasi fraksi es tidak terlalu kelihatan pada hasil koefisien perpindahan kalor.

N. Putra, Imansyah, Noviandra dan R. Adiprana (2004) menggunakan ice breaker untuk menghasilkan ice slurry dan heat exchanger menghasilkan koefisien perpindahan kalor naik ketika debit dan fraksi es naik. koefisien perpindahan kalor dan tekanan jatuh adalah fungsi dari viscositas, reynold number, ukuran ice crystal dan ice fraction.

Stamatiou dan Kawaji (2005) menguji koefisien perpindahan kalor dengan menggunakan vertical rectangular channels yang diberikan heat flux. Hasil dari riset ini adalah terdapat nilai Nuselt Number (Nu) mengalami kenaikan dengan bertambahnya fraksi es dan dinding heat flux. Dengan kata lain peleburan partikel es pada awal pipa karena heat flux sehingga temperatur menjadi relatif rendah, sehingga peranan perpindahan konveksi lebih tinggi dibanding konduksi. Selain itu, kecepatan dipinggir dinding pipa berkuran ketika diberi heat flux, hal ini disebabkan karena tidak terdapatnya ice fraction di pinggir diding panas, sedangkan kecepatan pada fluida murni tidak berpengaruh ketika diberi heat flux.

Lee D.W., Yoon, E.S., Joo, M.C. dan  Sharma, A (2006) melakukan penelitian perpindahan kalor dengan menggunakan 6,5% ethylene glycol pada pipa tembaga diameter 13,84 mm panjang 1500 mm, ice slurry diberikan sirkulasi air panas pada test section pada mass flux antara 800-3500 kg/m2s  dan fraksi es antara 0-25%. Hasil penelitian ini adalah koefisien perpindahan kalor meningkat dengan pertambahan debit dan fraksi es, namun efek fraksi es tidak terlalu siginifikan pada debit tinggi. Pada area debit rendah terjadi kenaikan yang tajam pada koefisien perpindahan kalor pada fraksi es lebih dari 10%.

Niezgoda-Zelasko (2006), Niezgoda-Zelasko-Zalewski (2006) dan Grozdek (2009) melakukan penelitian tentang perpindahan kalor dan tekanan jatuh pada ice slurry dari 10% ethanol dengan menggunakan pipa horisontal yang dipanaskan. Hasilnya adalah pada fraksi es dan kecepatan yang tinggi mempunyai koefisien perpindahan kalor dan tekanan jatuh yang tinggi juga. Penggunaan heat flux mempengaruhi sedikit koefisien perpindahan kalor. Pada fraksi es antara 10-15% mempunyai heat transfer coefficient yang naik secara perlahan pada aliran laminar dan tidak ada kenaikan pada aliran turbulen dibanding dengan aliran satu fasa. Melawati nilai tersebut mempunyai kenaikan heat transfer coefficient yang tinggi.

Jean Pierre Nedecarrats-Francoise Strub-Chistophe Peuverl (2009) menggunakan pipa corrugated dengan diberi heat flux pada dinding pada kecepatan ice slurry 0,3-1,9 m/s dan ice fraction 0-30%. Didapatkan hasil bahwa nilai tekanan jatuh dan koefisien perpindahan kalor naik seiring dengan bertambahnya fraksi es dan kecepatan. Pada penelitian ini ditemukan nilai kritis antara tekanan jatuh dan perpindahan kalor yang menjadi titik turun sebelum naik kembali. Perbandingan pipa corrugated dengan pipa halus untuk ice slurry adalah nilai koefisien perpindahan kalor dan tekanan jatuh lebih tinggi sekitar 2,5 kali dibanding hasil dari pipa halus.

Penjelasan singkat diatas dapat disimpulkan bahwa karekteristik ice slurry dipengaruhi oleh larutan pembentuk ice slurry, debit, fraksi es, dan ukuran kristal. Namun hasil diatas masih belum dapat diterima secara luas untuk menghitung perpindahan kalor dan tekanan jatuh dalam heat exchanger (Ayel et al,.2003). Sehingga masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang sifat-sifat aliran ice slurry.

SUMBER:
https://helmidadang.wordpress.com/2012/12/30/karakteristik-ice-slurry-heat-transfer-dan-pressure-drop/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar